Mulai dari situ aku drop. Aku mempertanyakan semuanya pada Tuhan. Mempertanyakan kenapa Tuhan tidak memperhitungkan usaha dan jerih payahku selama ini? Mamaku mengingatkan bahwa mungkin saat ini Tuhan belum menghendaki sehingga nilaiku tetap. Karena, bila Tuhan yang membuka pintu, tak ada satupun yang dapat menutupnya dan jika Ia menutup, tak ada yang bisa membukanya. Untuk sementara, aku terhibur oleh perkataan Mamaku itu. Dan sesuai janjiku pada orang tuaku, aku pun kuliah di PTN. Tapi, aku tak terima begitu saja. Tiap hari aku masih berada dalam kekecewaanku pada Tuhan. Sampai akhirnya kuliah, aku pikir dengan kuliah di PTN itu setidaknya dapat membuatku melupakan keinginanku itu, ternyata dugaanku itu salah. Tuhan memperhadapkanku dengan keadaan yang membuatku semakin terpuruk. Karena aku kuliah diluar kota, dengan lingkungan kos, Gereja, teman kuliah yang semuanya serba baru , aku sadar ternyata keadaan orang-orang disekitarku cenderung individualis. Aku makin mempertanyakan semuanya pada Tuhan. Aku pun mulai bersungut-sungut dan mulai meragukan-Nya. Aku pun mulai membandingkan, kalau aku kuliah diluar negeri pasti tidak begini keadaannya. Pasti teman-teman dan lingkungannya ramah, tidak egois seperti ini. Keinginanku kuliah diluar membuatku memaksa orang tuaku agar aku kuliah diluar bagaimana pun caranya. Tapi orang tuaku dengan bijak memberi nasehat, ‘dimana pun berada, yang namanya tantangan pasti selalu ada.. dan berhentilah untuk bersungut-sungut seperti bangsa Israel yang dibawa Tuhan selama 40tahun berputar-putar dipadang gurun hanya karena mereka bersungut-sungut & ragu pada-Nya. Selain itu, jika memang keinginan yang ada di hatimu itu berasal daripada Tuhan, doakan saja Nak, supaya Tuhan buka jalan dengan cara-Nya sendiri tapi kalau tidak, biarlah Tuhan yang menghapus keinginanmu itu.’ Kata Mamaku. Aku sadar, dukungan dari orang-orang terdekat memang sangat dibutuhkan. Jadi, satu tahun pertama kuliah, Aku belajar untuk memahami rencana Tuhan meskipun itu sulit bagiku, karena ada saat dimana aku kembali meragukan-Nya, tapi DIA, Tuhan yang setia, seberapa dalamnya pun kita menggores luka dan membuatnya menangis melihat tingkah laku kita yang menyakiti hatinya. dan selama setahun itu juga, aku tetap bergumul dan terus mendoakan keinginanku untuk S1 di luar negeri. Tapi semenjak pulang dari ret-ret kaum muda yang diadakan di kotaku, beberapa bulan lalu, aku sadar bahwa selama ini aku sibuk memaksa dan berusaha untuk mengatur Tuhan untuk membuat keinginanku menjadi nyata, tanpa mau fokus untuk mendengar suara Tuhan akan jawaban doa yang ku gumulkan selama setahun terakhir. Menginjak semester 3 ini, entah mengapa, sepertinya keinginanku untuk kuliah diluar Negeri berangsur hilang dengan sendirinya, tapi ku tahu ini merupakan Tangan Tuhan untuk memulihkan hatiku dan fokus pada apa yang diperhadapkan Tuhan padaku saat ini. Kini, doaku pada-Nya tidak lagi berusaha memaksa-Nya untuk mewujudkan impianku itu, tetapi sekarang aku berdoa biar kehendak Tuhanlah yang jadi dan bukan kehendakku karna Dia, Tuhan yang tahu, yang terbaik bagi setiap Anak-anak yang dikasihi-Nya.





