Ada dua hal yang akan saya ceritakan disini, yah boleh di kata: based on experience. Pertama: Minggu lalu, saya mengikuti sebuah seleksi untuk program pertukaran ke luar negeri yang di biayai pemerintah. Waktu membaca persyaratan untuk mengikuti seleksi, saya merasa bahwa saya memiliki kualifikasi tersebut, kecuali satu hal yaitu culture performance. Jujur, saya tidak memiliki satu bakat pun mengenai kebudayaan daerah saya sendiri. Menari, tidak bisa. Badan saya tergolong kaku ketika mengikuti gerakan gemulai tari-tarian, hahaa. Menyanyi lagu tradisional, suara saya termasuk pas-pas an untuk bernyanyi. Dan lagi pula tidak satupun dari lagu daerah yang saya hapal. Jadilah saya memutuskan untuk memainkan Biola, yang saya sendiri juga belum terlalu mahir memainkannya karena saya baru hampir setahun ini mulai mengambil les musik tersebut. Tibalah saatnya culture performance. Jujur, that was the first time for me to perfome my violin skill to all people. So, saya grogi abis. Lagu yang saya bawakan, lagu nasional yang judulnya mengheningkan cipta gagal saya bawakan. Gagal karena ada beberapa nada yang saya salah pencet stingnya dan jadilah lagunya: apa adanya. Dan tentu saja, saya tidak lulus program seleksi tersebut. Tapi saya banyak belajar dari itu, termasuk tentang bagaimana kita harus menguasai diri, tenang dan optimis. Kedua: Beberapa waktu yang lalu saya menelpon teman SMA saya yang satu kota dengan saya sekarang. Saya menelpon dalam rangka mencari subyek untuk skripsi saya. Cerita demi cerita sampai kepada kisah cinta teman-teman SMA yang akhirnya kandas, secara tiba-tiba dia berujar: kamu sendiri gimana? sampai sekarang gag pacaran? Waktu SMA juga gag pacaran sama sekali. Saya terkejut mendengar ucapannya sambil tertawa kencang. Dan saya sendiri juga kaget pada diriku sendiri waktu kata-kata itu tiba-tiba mengucur dari mulutku: iya, waktu itu saya bodoh sekali, terkekang sama istilah first love never dies. Mengharapkan orang yang saya suka dan akhirnya saya sendiri tidak pacaran. Di seberang telepon dia ikut tertawa. Kemudian saya melanjutkan: tapi kemudian semuanya berubah ketika saya kuliah dan bertemu dengan seseorang yang mengubah pandanganku akan semuanya itu. Ya, saya berterima kasih pada seorang pria yang sudah mengubah pandangaku itu. Dia kemudian berujar: cieeee.. Hahaha. Saya sendiri merasa lucu sekali dengan percakapan itu. Selesai mengakhiri percakapan ditelepon, saya kembali berpikir. Kenapa orang-orang sekarang mempermasalahkan kalau kita tidak berpacaran. Sepenting itukah hal pacaran sampai kita harus memiliki pacar. Apakah dengan memiliki pacar merupakan hal yang membanggakan? Bukankah pacaran dalam konteks yang sebenarnya bukanlah sekedar have fun bersama pasangan tapi sebuah komitmen kuat yang kemudian menuju dan endingnya ke pernikahan. Saya benar-benar tidak mengerti pemikiran orang jaman sekarang. Heee. Aneh saja rasanya kalau-kalau orang menitikberatkan pacaran sebagai suatu prestasi yang gilang gemilang, hahaa. Kecuali kalau menikah, ya saya setuju. Meskipun juga jaman sekarang banyak yang memilih untuk single sampai TUHAN YESUS datang ke- 2 kali. Kan semuanya itu kembali ke individunya, semuanya kan tergantung orangnya, tergantung pilihannya dia, iya kan? ^_^





